Aspek Perilaku-Lingkungan sangat
penting dalam bidang arsitektur karena dalam merancang, seorang arsitek
harus memperhatikan segala aspek perilaku manusia dan juga lingkungannya
agar apa yang dirancangnya sesuai atau berfungsi seperti yang
diharapkan.
Contohnya, untuk mendesain
sebuah pusat belanja untuk kalangan menengah kebawah tentu berbeda
dengan perumahan untuk kalangan menengah ke atas. Perilaku masyarakat
menengah kebawah yang memiliki gaya hidup beraktivitas secara komunal
diruang terbuka sehingga diperlukan sebuah wadah yang dapat dijadikan
sebagai tempat interaksi antar masyarakat seperti pasar tradisional.
Sedangkan masyarakat menengah keatas yang memiliki gaya hidup
beraktivitas secara individual sehingga mereka lebih membutuhkan wadah
yang dapat mendukung aktivitas mereka secara cepat seperti pasar modern
atau swalayan.
Contoh lain yaitu mendesain
suatu perkampungan di daerah pesisir. Lingkungannya yang berair tentu
akan membutuhkan sebuah tempat tinggal yang mampu melidungi mereka dari
pasang atau banjir. Dengan demikian, perlu dibuat rumah yang berbentuk
panggung. Pola perilaku masyarakat yang suka berinteraksi diwujudkan
dalam bentuk perumahan yang berdekatan dan suatu tempat yang dapat
membuat mereka selalu berinteraksi seperti sebuah darmaga dan
balai-balai rapat atau pengajian.
Oleh karena itu, aspek perilaku
dan lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam perancangan
arsitektur karena menyangkut dengan kebutuhan paling dasar atau
kebutuhan psikologis manusia.
Pendekatan psikologi lingkungan arsitektur dapat digunakan
untuk menjelaskan mengapa suatu bangunan dimanfaatkan tidak sesuai
dengan rancangan peruntukannya/fungsinya, atau bangunan yang
dimanfaatkan penggunanya setelah dilakukan perubahan tatanan setting
fisiknya.
Psikologi lingkungan adalah
lahan baru dalam rangkaian pengetahuan yang lahir karena kebutuhan
sosial. Hal itu sekarang merupakan bagian dari struktural teorikal yang
setara dalam kaidah teorikal yang lain.
Fokus utama psikologi lingkungan adalah hubungan manusia dengan lingkungannya. Namun ini terkadang malah dapat menjadi dikotomi (punya arti mendua) antara personal disatu sisi dengan lingkungan sisi lainnya.
Brent C. Brolin dalam bukunya
The Failure of Modern Architecture mengemukakan bahwa salah satu
kesalahan terbesar sehingga langgam modern mengalami keruntuhan yakni tidak adanya harmonisasi dan asimilasi antara desain dengan konteksnya
Banyak contoh karya arsitektur
yang gagal dalam menampung aspirasi dan apresiasi penggunanya. Contohnya
seperti lampu taman yang bentuknya seperti tempat sampah atau tempat
sampah yang mirip hiasan taman atau cerobong asap. Sehingga masyarakat
salah dalam mempersepsikan fungsinya. Tidak hanya desain kecil yang
gagal tetapi ada juga karya besar yang mengalami hal yang sama akibat
tidak menggunakan pendekatan psikologi lingkungan arsitektur dalam
proses perancangannya.
Seperti karya sang maestro Le
Corbusier yang tidak tepat guna di Chandigarh. Kota yang dirancang
dengan gaya barat modern, yang memperhatikan kebutuhan manusia akan
cahaya, ruang, dan udara ini tentu saja merupakan suatu rancangan yang
sangat luar biasa. Namun, apa yang salah dari rancangan ini? Tentu saja
kesalahan terbesar yang dilakukan sang maestro adalah tidak memasukkan
karakteristik lokal dalam karyanya tersebut seperti kebiasaan
berinteraksi masyarakat India di pasar diganti dengan gedung-gedung
swalayan yang serba instan. Akibatnya, kota ini menjadi tidak bermakna
dan hanya sebagai penanda.
Contoh lainnya yaitu Apartemen
Pruitt Igoe di St. Louis, karya yang mendapat penghargaan IAI Amerika
ini merupakan model perumahan yang nyaman dengan biaya sewa yang murah
bagi masyarakat menengah kebawah. Namun, 15 tahun kemudian bangunan ini
dirobohkan karena gagal dan tidak sesuai dengan karakteristik masyarakat
pengguna yang senang berinteraksi sosial. Apartemen ini dirasakan
seperti penjara oleh penggunanya, lift hanya berhenti setiap tiga lantai
sehingga jarang terjadi interaksi sosial antar pengguna, ujung tangga
dan ruangan tangga yang gelap menjadi sarang penjahat, serta halaman
rumput yang menjadi tempat sampah.
Oleh karena itu, untuk
meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diharapakan seperti contoh
tersebut, hendaknya perancang atau arsitek mengerti terlebih dahulu
konteks lingkungan yang akan ia rancang. Misalnya pada perancangan
bangunan perpustakaan dengan menempatkan rak buku dekat dengan meja
baca agar pengguna yang melihat buku tidak ribut atau mengganggu pembaca
buku. Dengan demikian, ciri perpustakaan yang nyaman dan tenang akan
dicapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar